Tafsir Fi-Zhilalil-Qur'an 2 - Terjemah - RbP

● Harga: Rp. 80.000
● Kondisi: BEKAS
● Oleh: Sayyid Quthb
● Terjemah: Aunur Rafiq Shaleh Tamhid, Lc
● Penerbit: Robbani Press, Jakarta
● Cover: Hard
● Isi: Juz 3 - 4, HVS, 730 hlm
● Ukuran: 158 X 243 mm
● Berat: 1,1 kg
● Tahun: 2001
● Cetakan: 2, 2003

Keterangan

Tafsir Fi Zhilalil-Qur'an - Di Bawah Naungan Al-Qur'an - merupakan Tafsir Paling Monumental di Abad XX. Buku ini dilengkapi dengan takhrij dan indeks tematik

Saya menyambut gembira Fi Zhilalil-Qur'an edisi Bahasa Indonesia ini. Karena tafsir ini merupakan rujukan terpercaya bagi para aktivis Islam. Apalagi edisi terjemahan ini diterbitkan oleh Robbani Press yang sudah dikenal amanah, ilmiah dan baik akurasinya dalam menerjemahkan buku-buku fikrah dan harakah Islamiyah.” Demikian catatan Dr. Mushlih Abdul Karim, Dosen Pascasaraja IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, saat terbitnya tafsir Fi Zhilalil-Qur'an karya Sayyid Quthb ini.

Di kalangan para aktivis Islam, tafsir Fi Zhilalil-Qur'an memang mempunyai tempat spesial. Ia bukan hanya sederetan kata demi kata tentang tafsir al-Qur'an, tapi juga merupakan saksi nyata dari kehidupan mufassirnya sendiri. Karya ini merupakan perpaduan dari hasil perenungan dan pengalaman seorang Sayyid Quthb, dan cukup laris pula dikutip dan ditelaah orang.

Anis Matta, intelektual dan aktivis Islam, juga menyanjung karya ini—sebagaimana tersimbul dalam catatannya berikut: “ Fi Zhilalil-Qur'an , karya masterpiece sang syahid Sayyid Quthb ini adalah tafsir paling monumental abad ke-20. Tafsir ini ditulis dengan metodologi yang sama sekali baru dan mencoba menghadirkan al-Qur'an dengan semangat dan nuansa seperti ketika ia pertama kali diturunkan kepada Rasulullah saw., agar wahyu ini bekerja sebagaimana ia dahulu bekerja: membangun sebuah komunitas kecil yang mendiami gurun tandus jazirah Arab dan mengubah para penggembala kambing itu menjadi pembangun peradaban dan pemimpin umat manusia.”

Anis Matta juga menambahkan: “Al-Qur'an adalah telaga tempat umat ini dapat menemukan kebesarannya. Dan yang menulis tafsir ini, kata Sayyid Quthb tentang dirinya, adalah seorang yang telah melanglang buana selama lebih dari empat tahun dalam dunia pemikiran dan kebudayaan, membaca semua karya pemikiran manusia, untuk kemudian kembali kepada al-Qur'an dan menemukan semua yang ia cari di sana; dalam lembaran-lembaran wahyu yang selama ini ada di sisinya. Sayyis Quthb merampungkan tafsir ini di dalam penjara selama kurun waktu lebih dari sepuluh tahun, kemudian mengakhiri hidupnya di tiang gantungan sebagai syahid. Ia membayar keyakinannya dengan darahnya. Dan tafsir ini adalah lukisan keyakinannya. Ia adalah tafsir iman atas al-Qur'an, kata adiknya, Muhammad Quthb.”

Dalam versi atau terbitan Darusy-Syuruq Kairo Mesir, karya ini dikemas menjadi enam jilid besar. Sementara edisi Indonesianya insya Allah hadir menjadi tiga belas jilid. Demikian penuturan Nashihin Nizhomuddin, manajer penerbitan Robbani Press—sebuah penerbit yang akrab sebagai “penerbit buku fikrah dan harakah Islamiyah” ini.

Setelah sukses menghadirkan jilid kesatu, kedua, dan ketiga, Robbani Press langsung melesat ke jilid tiga belas atau juz ketiga puluh. Semua tahu kalau juz ini terdiri dari surat-surat pendek. Maka bahasan pada bagian ini pun berkisar dari surat an-Naba' hingga surat an-Nas. Semua suratnya adalah Makkiyah , kecuali surat al-Bayyinah dan surat an-Nashr. Hal yang lebih penting dari surat-surat ini, menurut Sayyid Quthb, adalah karakternya yang khas, yang menjadikannya sebagai satu kesatuan yang nyaris sama, baik dalam tema, arah, irama, gambaran, bayangan, dan uslub -nya secara umum.

Surat-suratnya merupakan ketukan-ketukan yang beruntun terhadap perasaan. Ketukan-ketukan yang sangat keras, kuat dan tinggi. Juga teriakan-teriakan; teriakan-teriakan terhadap orang yang lelap dalam tidurnya. Tidur berat! Atau terhadap orang-orang yang sedang mabuk kepayang.

Ketukan-ketukan dan teriakan-teriakan yang berasal dari surat-surat juz ketiga puluh ini, semuanya menggugah perasan secara beruntun, dengan satu irama dan satu peringatan: bangunlah! Sadarlah! Lihatlah! Perhatikanlah! Pikirkanlah! Renungkanlah! Sesungguhnya di sana ada Tuhan!

Misalnya ayat berikut: “Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya” (QS. ‘Abasa: 24). “Maka hendaklah manusia itu memperhatikan dari apa ia diciptakan” (QS. ath-Thariq: 5). “Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta; bagaimana ia diciptakan?” (QS. al-Ghasyiyah: 17). Dan seterusnya.

Fokus surat-surat ini adalah terhadap fakta-fakta tertentu yang sedikit jumlahnya, namun sangat besar nilainya dan berat timbangannya. Ia hadir dengan irama-irama tertentu yang menyentuh senar-senar hati, dan diulang-ulang dengan sangat variatif—suatu pengulangan yang mengesankan sebuah perkara dan tujuan tertentu. Surat-surat itu menyapa kita dengan sangat puitis, dengan rima-rima yang terjaga dengan apik.

Dan kehadiran juz ketiga puluh tafsir ini juga terasa lebih istimewa bagi mereka yang gemar membaca ayat-ayat pendek dalam shalatnya. Bila mereka sulit mencapai shalat yang khusyu‘, lantaran kesulitan memahami arti surat yang dibacanya, maka penting sekali memiliki tafsir ini. Karena karya ini bukan hanya menerjemahan ayat-ayat dan surat-surat itu, tapi juga menyelami kandungan ajaran yang dalam. (Makmun Nawawi)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fathur Rahman li Thalibi Ayatil-Qur'an

Sebuah Perjalanan--BPu

Kungkung si Katak Kecil--BPu