Pelita Hati Pelita Kemanusiaan

● Harga: Rp. 35.000
● Kondisi: BEKAS
● Oleh: Moh. Monib dan Fery Mulyana
● Penerbit: Intermasa, Jakarta
● Binding: Soft cover
● Kertas, Isi: HVS, xxv + 364 hlm
● Ukuran: 140 x 208 mm
● Berat: 390 gr
● Tahun: 2009
● ISBN: 978-9793791-38-8
● Judul: Pelita Hati Pelita Kemanusiaan

Keterangan

Deklarasi Kemanusiaan

Pernyataan heroik sekaligus menggugah hati terlihat dalam buku ini. Seakan kita dibawa pada persoalan-persoalan nyata dalam beberapa tahun terakhir. Perdebatan tentang pelbagai persoalan, mulai dari wacana agama, sosial, politik dan sebagainya. Penulis buku ini, Mohammad Munib, dalam pengantarnya secara eksplisit mengatakan bahwa rajutan wacana yang ia lakukan tidak berangkat dari ruang kosong, tetapi berangkat dari realitas dan konflik. Paparan yang disuguhkan memang terlihat bergulat keras dengan realitas. Terkadang penulisnya mengafirmasi wacana dan pada saat yang lain berusaha menghancurkannya.

Adalah suatu kenyataan bahwa perjalanan sejarah tidak mengharuskan berjalan lurus menopang peradaban. Sebaliknya terkadang dinamika sejarah malah berusaha menghancurkan nilai-nilai universal kemanusiaan yang dirajut dalam tahun-tahun lamanya. Penghancuran, klaim kebenaran, terorisme, anarkhisme, anti-pluralisme dan petaka lain penghancur kemanusiaan yang berusaha ditentang mati-matian oleh penulisnya.

Pada sisi lain, penulis buku ini sangat mendorong digalakkannya suatu wacana dan berusaha diakarkan dalam kenyataan, seperti pluralisme, kebebasan, HAM, relasi harmoni antar agama dan lain-lain. Di samping itu, gagasan-gagasan pembaruan keagamaan menjadi bumbu penyedap bagi buku ini. Lebih jauh, penulisnya melalui Pelita Hati Pelita Kemanusiaan berupaya mengangkat tema-tema kemanusiaan sebagai fondasi dasar bagi perekat kemanusiaan.

Tantangan manusia di masa depan bagaimana peradaban tidak berjalan ke arah yang negatif, tapi sebaliknya kualitas peradaban meningkat seiring perkembangan ilmu pengetahuan. Namun jalan ke arah ini dirasa cukup 'terjal dan berduri' karena nurani manusia luput dari perhatian. Ego manusia mengalahkan kekuatan cahaya hati. Padahal, kedalaman pengetahuan sejatinya dibarengi dengan kekuatan nurani. Antara akal dan hati harus berjalan seimbang supaya manusia tidak terjerembab ke dalam petaka kemanusiaan.

Agama tidak cukup didekati halal-haram. Tidak pula dihampiri dengan kaca mata benar-salah. Yang lebih penting adalah bagaimana menghampiri agama berdasarkan prinsip moral, nurani, akal dan nilai kemanusiaan. Selain hukum halal-haram, terdapat hukum mubah, sunnah, dan makruh yang jarang disentuh. Fikih hanyalah produk baku yang memiliki konteksnya sendiri dan belum tentu relevan untuk zaman kekinian.

Pelita Hati Pelita Kemanusiaan ini sangat layak dijadikan bahan diskusi sekaligus renungan bagi setiap orang karena penulisnya mempunyai garis ideologi yang jelas dan tidak abu-abu. Buku ini hadir untuk menafsirkan ulang ide-ide Nurcholis Madjid agar tidak lekang ditelan zaman. Gagasan pemikir besar agama, filsafat dan sosial juga menjadi perhatian penulisnya. Salah satunya adalah gagasan Freud, Hamka, Jalaluddin Rumi, serta pemikir lain juga dijelaskan dalam buku ini. Artinya, buku ini merupakan serpihan-serpihan tulisan di beberapa media sebagai bentuk refleksi penulisnya dalam bergulat dengan ide dan kenyataan kongkrit.

Dalam membaca kekacauan dan ketimpangan di negeri ini, spirit Abu Dzar al-Ghifari dan Karl Marx dijadikan referensi untuk melakukan perbaikan (hlm 12-15). Spirit yang digelorakan Abu Dzar dalam menentang kerakusan harta yang dilakukan Muawiyah menyebabkan ia (Abu Dzar) harus diasingkan hingga ajal menjemputnya. Begitu pula dengan Karl Marx, ia merasa gelisah dan tak kuasa melihat rakyat tertindas dan sengaja ditindas kaum borjuis. Meskipun gerakan kedua tokoh ini gagal dalam melakukan perubahan, tetapi spiritnya harus selalu hidup sepanjang masa.

Spirit perjuangan yang dilakukan Karl Marx dan Abu Dzar sejatinya menjadi cermin untuk memperbaiki bangsa dan Negara. Ini pesan yang hendak disampaikan penulis buku ini melalui salah satu tema di buku ini. Andai saja semangat Karl Mark dan Abu Dzar dapat membumi de negeri tercinta ini, karupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) tidak akan terjadi. Sebaliknya, rakyat Indonesia senang dan bahagia karena tujuan berbangsa dan bernegara terpenuhi, hutang kemerdekaan terbayarkan.

Deklarasi Kemanusiaan : Pelita Hati Pelita Kemanusiaan

Daftar Isi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fathur Rahman li Thalibi Ayatil-Qur'an

Sebuah Perjalanan--BPu

Kungkung si Katak Kecil--BPu